Oleh: Asep Kusnadi
Upaya penerapan Pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran ini sering disebut-sebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan sebuah kurikulum, utamanya pada kurikulum 2013, sementara pada kurikulum merdeka belajar 2023 model pembelajaran lebih berbasis pada hasil kegiatan atau berbasis project yang sifatnya outcame. Walaupun demikian sebenarnya pada hasil outcame yang dibangun oleh sekolah dasarnya bisa dilakukan evaluasi juga yang merupakan pendekatan pada research. Tentunya ini menarik untuk dipelajari dan dielaborasi lebih lanjut. Pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran bukan hal yang aneh dan mengada-ada tetapi memang itulah yang seharusnya terjadi dalam proses pembelajaran, karena sesungguhnya pembelajaran itu sendiri adalah sebuah proses ilmiah (keilmuan).
Pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk berfikir fiksi dalam melihat suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berfikir logis, runut dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas berfikir tingkat tinggi (High Order Thingking/HOT). Combie White (1997) dalam bukunya yang berjudul “Curriculum Innovation; A Celebration of Classroom Practice” telah mengingatkan kita tentang pentingnya membelajarkan para siswa tentang fakta-fakta. “Tidak ada yang lebih penting, selain fakta“, demikian ungkapnya.
Guru agar dapat melaksanakan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah sehingga para guru tersebut perlu memahami paradigma konsep mengajar, mendidik, belajar dan pembelajaran berbasis ilmiah (scientific).
Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah sebagaimana telah disebutkan dibagian pendahuluan bahwa guru sudah waktunya melakukan perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. Upaya penerapan Pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran ini sering disebut-sebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri seperti dalam kurikulum yang terdahulu utamanya pada Kurikulum 2013, yang tentunya menarik untuk dipelajari dan dielaborasi lebih lanjut.
Pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran sebagaimana yang telah penulis pahami selama ini. Menurut hemat penulis, upaya penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran bukan hal yang aneh dan mengada-ada tetapi memang itulah yang seharusnya terjadi dalam proses pembelajaran, karena sesungguhnya pembelajaran itu sendiri adalah sebuah proses ilmiah (keilmuan).
Proses pembelajaran harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini.
- Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
- Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
- Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
- Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.
- Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
- Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
- Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik memahami epistimologi sebuah penetahuan yakni “tahu mengapa.” Dan juga pada ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Demikian pula pada ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan serta tentunya adalah nilai-nilai spiritual, yang memadukan pendidikan atas dasar aqli dan naqli.
Misalnya dalam kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah.
Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
- Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.
- Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
- Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
- Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati
- Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
- Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
- Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
- Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.
Melihat uraian konnsep, prinsip dan prosedur penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran menuntut adanya perubahan setting dan bentuk pembelajaran tersendiri yang berbeda dengan pembelajaran konvensional. Beberapa strategi pembelajaran yang dipandang sejalan dengan prinsip-prinsip pendekatan saintifik/ilmiah, antara lain strategi: (1) Problem Based Learning; (2) Project Based Learning; (3) Inkuiri/Inkuiri Sosial; dan (4) Group Investigation. Strategi sebagai yang berusaha membelajarkan peserta didik untuk mengenal masalah, merumuskan masalah, mencari solusi atau menguji jawaban sementara atas suatu masalah/pertanyaan dengan melakukan penyelidikan (menemukan fakta-fakta melalui penginderaan), pada akhirnya dapat menarik kesimpulan dan menyajikannya secara lisan maupun tulisan.
Apakah pendekatan saintifik/ilmiah dengan langkah-langkah seperti dikemukakan di atas bisa diterapkan di semua jenjang pendidikan? Jawabannya tentu akan menjadi perdebatan keilmuan, tetapi penulis memegang satu teori yang sudah kita kenal yaitu Teori Perkembangan Kognitif dari Piaget yang mengatakan bahwa mulai usia 11 tahun hingga dewasa (tahap formal-operasional), seorang individu telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu: (1) Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons; dan (2) Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.
Dengan demikian, tampaknya pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran sangat mungkin untuk diberikan mulai pada usia tahapan ini. Tentu saja, harus dilakukan secara bertahap, dimulai dari penggunaan hipotesis dan berfikir abstrak yang sederhana, kemudian seiring dengan perkembangan kemampuan berfikirnya dapat ditingkatkan dengan menggunakan hipotesis dan berfikir abstrak yang lebih kompleks. Semoga tulisan yang singkat ini dapat bermanfaat bagi pencerahan wawasan kita bersama. Wallahu bi showab
Bogor, 9 Juni 2023
Kabag. PSB Ponpes Terpadu Al Musthafawiyah Bogor